أَلَمْ تَرَ كَيْفَ فَعَلَ رَبُّكَ بِأَصْحَابِ الْفِيلِ (1) أَلَمْ
يَجْعَلْ كَيْدَهُمْ فِي تَضْلِيلٍ (2) وَأَرْسَلَ عَلَيْهِمْ طَيْرًا أَبَابِيلَ
(3) تَرْمِيهِمْ بِحِجَارَةٍ مِنْ سِجِّيلٍ (4) فَجَعَلَهُمْ كَعَصْفٍ مَأْكُولٍ
(5)
“Apakah kamu tidak memperhatikan
bagaimana Tuhanmu telah bertindak terhadap tentara bergajah? Bukankah Dia telah
menjadikan tipu daya mereka (untuk menghancurkan Ka’bah) itu sia-sia? Dan Dia
mengirimkan kapada mereka burung yang berbondong-bondong, yang melempari mereka
dengan batu (berasal) dari tanah yang terbakar, lalu Dia menjadikan mereka
seperti daun-daun yang dimakan (ulat).” (QS. Al Fiil: 1-5).
Pada ayat pertama, Allah menggunakan “alam taro” yang
menunjukkan bahwa peristiwa yang diceritakan ini pernah terjadi di bumi dan
telah disaksikan dengan mata. Jika berbicara
tentang pasukan bergajah, kita tidak akan pernah lepas dari sosok raja Yaman
bernama Abrahah bin as Shabah al
Ashromi.Telah diceritakan sebelumnya kisah
tentang pembantaian kaum Nasrani disebuah kerajaan yang berada di Yaman oleh
seorang raja kafir bernama Dzun Nawas. Dalam pembantaian ini sekitar
20.000 kaum Nasrani yang mengikuti seruan pemuda yang beriman kepada Allah
tewas didalam parit yang telah dinyalakan api yang sangat besar. Dari sekian
ribu korban kaum Nasrani tersebut, terdapat satu orang yang berhasil
menyelamatkan diri dan lari. Orang tersebut
bernama Dawus Dzu Tsalaba. Pelarian Dawuz inilah yang nantinya akan menjadi
cikal bakal kerajaan Nasrani -lebih tepat dikatakan Nasrani Pangan- yang
dipimpin oleh raja Abrahah yang mencoba untuk
menghancurkan Baitul Atiq atau ka’bah di Mekah Al-Mukaromah.
Kisah ini berawal ketika Dawus meminta bantuan Kaisar , raja
Syam yang juga beragama Nasrani untuk menghancurkan kerajaan yang dipimpin Raja
Dzu Nawas di yaman. Selanjutnya Kaisar menulis surat untuk raja Najasyi, raja
kerajaan habasyah untuk melaksanakan penyerangan ke yaman. Hal ini
dikarenakan habsyah lebih dekat ketimbang Syam. Setelah menerima surat untuk
menyerang dari Kaisar, Raja Najasyi menyiapkan pasukan besar untuk menyerang
Himyar. Pasukan tersebut dikomandani oleh Aryath dan jenderalnya Abrahah bin
As-syabah Abu Yaskum. Pasukan tersebut masuk ke Yaman hingga akhirnya
mereka berhasil menguasai Yaman dan Raja Dzun Nawas tewas tenggelam di lautan.
Setelah mereka berhasil menaklukan yaman. Aryath dan Abrahah
berselisih pendapat yang pada puncaknya mereka saling berkelahi satu lawan
satu. Pada perkelahian itu Abrahah berhasil memenangkan pertandingan dan Aryath
tewas. Hal ini sekaligus menjadikan Abrahah sebagai pengguasa di yaman. Akibat
dari perselisihan yang menewaskan Aryath, kaisar mengirimkan surat kepada
Abrahah yang isinya mencela apa yang telah dilakukan seraya mengancam dan
bersumpah akan menduduki negaranya dan menelungkupkan ubun-ubunya.
Kemudian Abrahah membalas surat tersebut dan mengirimkan
hadiah dan sekantong tanah yaman kepada kaisar. Isi surat tersebut meminta agar
kaisar menginjak kantong tanah tersebut supaya terbabas dari sumpah yang dia
lontarkan untuk menyerang yaman. Kaisar terheran dan merasa puas dengan apa
yang dikirimkan Abrahah dan mengakui keberadaan kekuasaanya di yaman.
Untuk membuat senang kaisar, Abrahah mengutus utusan untuk
menemui kaisar dan memberikan kabar bahwa Abrahah akan membangunkan sebuah gereja
besar di tanah yaman. Maka dibagunlah gereka tersebut, Maka Abrahah membangun
sebuah gereja yang sangat besar di kota San'a, bangunannya tinggi sekali lagi
dipenuhi dengan berbagai ukiran dan pahatan; orang-orang Arab menamainya Al-Qulais.
Disebut demikian karena bangunannya tinggi sekali, hingga membuat qalansuwah
(peci) orang yang memandangnya hampir saja terjatuh dari kepalanya, mengingat
puncaknya tinggi sekali. Tidak sampai di situ, abrahah juga berniat untuk
menjadikan gereja buatanya sebagai pusat ziarah sebagaimana ka’bah di mekkah (
untuk menandinginya). Mendengar tentang akan dijadikanya gereja yaman sebagai
tujuan ziarah, namun orang-orang Arab tidak suka hal itu, bahkan
orang-orang Quraisy marah karenanya, sehingga diantara mereka ada yang pergi
mendatangi gereja itu dan masuk ke dalamnya lalu meletakkan kotoran di
dalamnya. sehingga pada pagi harinya penjaga gereja terkejut dan
melaporkanya kepada raja Abrahah. Abrahah pun marah dan bersumpah untuk
menghancurkan Ka’bah di mekkah. hal ini menyebabkan Abrahah menyiapkan
pasukan besar untuk menyerang mekkah Abrahah membawa pasukan Gajah
sebanyak lebih kurang 13 ekor dan terdapat satu ekor Gajah yang paling besar
bernama “Mahmud”.
Ketika warga arab mendengar kabar penyerangan yang akan dilakukan Abrahah,
beberapa kabilah bersepakat untuk mempertahankan ka’bah dari serangan. Seorang
pemuka yaman bernama Dzu Nafar yang tidak setuju dengan penyerangan tersbut
mengajak kaumnya dan masyarakat arab untuk melawan Abrahah. Karena kekuatan
yang tidak seimbang pasukan Dzu Nafar kalah dan dia di tangkap. Di daerah dekat
khats’am pasukan dihadang oleh Nufail Bin Habib bersama kaumnya. Nufaikpun
kalah. Setelah tiba di daerah Mughammas, yaitu sebuah daerah yang
berdekatan dengan mekkah bala tentara Abrahahh merampas ternak yang ada di sana
termasuk 200 onta milik Abdul Mutholib.
Selanjutnya Abrahah mengutus Hanathah al –Himyari untuk
menemui pemuka Quroisy dan mengatakan bahwasanya mereka datang tidak untuk
menyerang melainkan untuk menghancurkan ka’bah. Dan mereka akan memerangi siap
saja yang menghalangi niat mereka untuk menghancurkan ka’bah. Selanjutnya
Hatnatah menemui Abdul Mutholib bin Hisyam dan memberitahukan maksud
kedatangan pasukan Abrahah. Kemudian Abdul Mutholib mengatakan “ Demi Allah
kami tidak mampu untuk melarangnya. ketika Abrahah melihat Abdul Muttalib,
ia terkejut melihat penampilan Abdul Muttalib yang tinggi lagi berwibawa,
kharismatik dan tampan. Maka ia menghormatinya, dan ia turun dari
singgasananya, lalu duduk bersama Abdul Muttalib di hamparan permadani.
Abrahah bertanya
melalui penerjemah “apa maksud kedatangan anda kemari ?” Abdul Mutholib menjawab
“ aku hanya ingin agar engkau mengembalikan 200 ekor untaku !” mendengan itu
Abrahah berkata “ awalnya aku kagum dengan mu tapi sekarang aku menjadi berang
karena engkau membicarakan 200 unta milik mu yang hilang, dan engkau
biarkan rumah (Ka’bah) yang menjadi bangunan suci agamamu dan nenek
moyangmu. Sesungguhnya aku datang untuk menghancurkannya, sedang engkau tidak
menyinggungnya sama sekali tentangnya dalam pembicaraan denganku”. Abdul
Mutholib berkata, “unta-unta itu milikku dan Ka’bah juga ada tuannya. Demi
Allah kami tidak mempunyai kekuatan apapun. Ini rumah Allah, tanahnya tanah
suci, maka hanya Allah yang akan menjaganya.”. Abrahah berkata
“Dia (Allah) tidak akan sanggup menghalangiku”. “kamu tidak akan mampu
menandingi-Nya” sahut Abdul Mutholib.
Kemudian abdul Mutholib kembali kepada kaumnya dan
memerintahkan kaum Quroisy untuk mengungsi ke puncak-puncak gunung karena
khawatir mereka akan merasakan amukan bala tentara Abrahah. Selanjutnya Abdul
Mutholib memegang pintu ka’bah dan ikut pula berdiri di sampingnya beberapa
dari orang Quroisy seraya berdo’a kepada Allah serta meminta pertolonganya supaya
membinasakan Abrahah dan pasukannya. Ibnu Ishaq menuturkan bahwa selanjutnya
Abdul Mutholib melepaskan gagang pintu dan mereka semua menuju puncak gunung.
Pada pagi harinya Abrahah mulai bersiap untuk memasuki kota
mekah dan dia telah menyiapkan gajahnya yang bernama Mahmud. Setelah mereka
mengarahkan gajahnya kearah mekkah. Gajah itupun duduk menderum. Kemudian
bala tentara Abrahah memukul-mukul Mahmud supaya berdiri. Mereka memukul
kepalanya dengan kapak dan memasukkan tongkat ke belalainya lalu mereka
menariknya supaya mau berdiri, tetapi gajah itu menolak untuk berdiri.
Lalu mereka mengarahkan gajah itu kembali ke yaman dan gajah itupun berdiri dan
berjalan cepat. Kemudian mereka mengarahkanya ke syam dan berjalan. Selanjutnya
mereka mengarahkannya ke arah timur, gajah itupun mau. Kemudian mengarahkannya
ke arah mekkah dan gajah itu kembali duduk menderum.
Selanjutnya Allah mengirimkan mereka burung dari lautan, pada masing
masing burung membawa tiga batu. Satu di paruh dan dua di kakinya. Batu-batu
tersebut kecil, hanya seukuran biji kedelai atau biji adas. Namun atas kuasa
Allah tidak akan ada satupun yang selamat ketika terkena batu seukuran biji
tersebut. Dan Dia mengirimkan kepada mereka burung yang berbondong-bondong,
yang melempari mereka dengan batu (berasal) dari tanah yang terbakar. (untuk
diketahui bahwa yang dimaksud dengan ababil yang disebutkan pada ayat ketiga
surah ini adalah rombongan burung yang berbondong-bondong datangnya. Ababil
bukanlah nama burung tertentu). “ababil” bukan nama
burung-burung tersebut. Makna Ababil adalah jama’ah, berkelompok-kelompok.
Jadi, burung-burung tersebut tidak datang sendiri-sendiri tapi secara
berkelompok. Batunya kecil, tetapi kekuatannya luar biasa. Batu
tersebut digunakan untuk melempar pasukan gajah tersebut. Lantas mereka hancur
seperti daun-daun yang dimakan ulat.
Ata ibnu Yasar mengatakan
bahwa tentara bergajah itu tidak semuanya binasa oleh azab seketika itu juga,
bahkan di antara mereka ada yang segera mati, dan di antaranya ada yang
tubuhnya rontok anggota demi anggota dalam pelariannya, yang pada akhirnya
binasa juga. Sedangkan Abrahah termasuk dari mereka yang tubuhnya rontok anggota
demi anggota, hingga akhirnya mati. Ibnu Ishaq mengatakan bahwa lalu mereka
melarikan diri, sedangkan anggota tubuh mereka rontok satu demi satu, dan di
setiap jalan mereka mati bergelimpangan. Sedangkan Abrahah, tubuhnya terkena
oleh batu itu, lalu mereka membawanya lari bersama mereka, dan tubuhnya rontok
sedikit demi sedikit, hingga sampailah mereka bersamanya di San'a, sedangkan
keadaan Abrahah seperti anak burung yang baru menetas. Dan Abrahah masih belum
mati kecuali setelah dadanya terbelah dan jantungnya keluar.
*Berbagai sumber
Arief Wahyudi, S.Kom