Nabi Ibrahim as. adalah putra Azar. Ia dilahirkan di
wilayah Kerajaan Babylonia yang saat itu diperintah oleh Raja Namrud. Namrud
adalah raja yang sangat sombong yang mengaku dirinya adalah Tuhan. Raja Namrud
juga dikenal sangat kejam kepada siapa saja yang menentang kekuasaannya.
Nabi Ibrahim pun mencoba mencari
Tuhan yang lain. Memasuki malam berikutnya, bulan pun muncul dan bersinar
memancarkan cahayanya yang keemasan. Ia pun menduga, “Inikah Tuhan yang aku
cari?” Maka, ketika pagi datang menjelang, bulan pun hilang tanpa alasan.
Seperti halnya terhadap matahari dan bintang, Ibrahim pun memastikan bahwa
bukanlah matahari, bintang, dan bulan yang menjadi Tuhan untuk disembah, tetapi
pasti ada satu kekuatan Yang Maha Perkasa dan Maha Agung yang menggerakkan dan
menghidupkan semua yang ada. Ibrahim pun menyimpulkan bahwa Tuhan tidak lain
adalah Allah Swt.
Firman Allah Swt dalam QS.
Al-An’am 76-79: 76. "Ketika malam telah gelap, dia melihat sebuah bintang
(lalu) dia berkata: "Inilah Tuhanku", tetapi tatkala bintang itu
tenggelam dia berkata: "Saya tidak suka kepada yang tenggelam".
77. "Kemudian tatkala dia
melihat bulan terbit dia berkata: "Inilah Tuhanku". Tetapi setelah
bulan itu terbenam, dia berkata: "Sesungguhnya jika Tuhanku tidak memberi
petunjuk kepadaku, pastilah aku termasuk orang yang sesat".
78. "Kemudian tatkala ia
melihat matahari terbit, dia berkata: "Inilah Tuhanku, ini yang lebih
besar". Maka tatkala matahari itu terbenam, dia berkata: "Hai kaumku,
sesungguhnya aku berlepas diri dari apa yang kamu persekutukan."
79. "Sesungguhnya aku
menghadapkan diriku kepada Rabb yang menciptakan langit dan bumi, dengan
cenderung kepada agama yang benar, dan aku bukanlah termasuk orang-orang yang
mempersekutukan Tuhan." Ketika keyakinan Nabi Ibrahim as. kepada Allah
Swt. betul-betul merasuki jiwanya, mulailah ia mengajak orang-orang di
sekitarnya untuk meninggalkan penyembahan terhadap berhala yang tiada memiliki
kekuatan apa pun. Dan tidak pula memberi manfaat. Orang pertama yang ia ajak
untuk hanya menyembah Allah Swt. adalah Azar, ayahnya yang berprofesi sebagai
pembuat patung untuk disembah. Mendengar ajakan Ibrahim, Azar marah karena apa
yang dilakukannya semata-mata apa yang sudah dilakukan oleh nenek moyangnya
dahulu. Azar meminta Ibrahim untuk tidak menghina dan melecehkan berhala yang
seharusnya ia sembah. “Wahai saudaraku! Patung-patung itu hanyalah buatan
manusia yang tidak dapat bergerak dan tidak memberi manfaat sedikitpun. Mengapa
kalian sembah dengan memohon kepadanya?”
Nabi Ibrahim melihat bukti
kekuasaan Alloh
Nabi
ibrahim yang sudah berketatapan hati hendak memerangi syirik dan persembahan
berhala yang terjadi dalam masyarakat kaumnya ingin lebih dahulu
mempertebalkan iman dan keyakinannya, menentramkan hatinya serta
membersihkannya dari keragu-raguan yang mungkin sesekali mengganggu pikirannya
degan memohon kepada Allah agar diperlihatkan kepadanya bagaimana Dia
menghidupkan kembali makhluk-makhluk yang sudah mati. Berserulah ia kepada
ALlah : “Ya Tuhanku! Tunjukkanlah kepadaku bagaimana engkau mengidupkan
makhluk-makhluk yang sudah mati.” Allah menjawab seruannya dengan berfirman :
Tidaklah engkau beriman dan percaya kepada kekuasaan-Ku ? “Nabi Ibrahim
menjawab : “Benar, wahai Tuhanku, aku telah beriman dan percaya
pada Mu dan kepada kekuasaan-Mu, namun aku ingin sekali melihat itu dengan mata
kepalaku sendiri, agar aku dapat mendapat ketentraman dan ketenangan dan hatiku
dan agar kami menjadi tebal dan kukuh keyakinanku kepada-Mu dan kepada
kekuasaan Mu.
Allah mengabulkan permohonan Nabi Ibrahim as
lalu diperintahkanlah ia menangkap empat ekor burung lalu setelah memperhatikan
dan meneliti bagian tubuh-tubuh burung itu, memotongnya menjadi
berkeping-keping mencampur baurkan kemudian tubuh burung yang sudah hancur
luluh dan bercampur baur itu diletakkan di atas puncak setiap bukti dari
empat bukit yang letakknya berjauhan satu dari yang lain.
Setelah
dikerjakan apa yang telah diisyaratkan oleh Allah itu, diperintahkanlah Nabi
Ibrahim as memangil burung-burung yang telah terkoyak koyak tubuhnya dan
terpisah jauh tiap-tiap bagian tubuh burung dari bagian yang lain.
Dengan
izin Allah dan kuasa-Nya datanglah beterbangan empat ekor burung itu dalam
keadaan utuh bernyawa seperti sediakala begitu mendengar seruan dan panggilan
nabi ibrahim as kepadanya lalu hinggaplah empat burung yang hidup kembali itu
didepannya, dilihat dengan mata kepalanya sendiri bagaimana Allah Yang Maha
Berkuasa dapat menghidupkan kembali makhluk-Nya yang sudah mati sebagaimana Dia
menciptakannya dari sesuatu yang tidak. Dan dengan demikian tercapailah apa
yang diinginkan oleh Nabi Ibrahim as untuk menetramkan hatinya dan
menghilangkan kemungkinan ada keraguan di dalam iman dan keyakinannya, bahwa
kekuasaan dan kehendak Allah tidak ada sesuatu pun di langit atau di bumi yang
dapat menghalangi atau menentangnya dan hanya kata “kun” yang difirmankan
oleh-Nya maka terjadilah akan apa yang dikehendakinya “Fayakun”
Arief Wahyudi
*Berbagai
sumber