Minggu, 27 Januari 2019

Allah Ta’ala berfirman,
أَلَمْ تَرَ كَيْفَ فَعَلَ رَبُّكَ بِأَصْحَابِ الْفِيلِ (1) أَلَمْ يَجْعَلْ كَيْدَهُمْ فِي تَضْلِيلٍ (2) وَأَرْسَلَ عَلَيْهِمْ طَيْرًا أَبَابِيلَ (3) تَرْمِيهِمْ بِحِجَارَةٍ مِنْ سِجِّيلٍ (4) فَجَعَلَهُمْ كَعَصْفٍ مَأْكُولٍ (5)
Apakah kamu tidak memperhatikan bagaimana Tuhanmu telah bertindak terhadap tentara bergajah? Bukankah Dia telah menjadikan tipu daya mereka (untuk menghancurkan Ka’bah) itu sia-sia? Dan Dia mengirimkan kapada mereka burung yang berbondong-bondong, yang melempari mereka dengan batu (berasal) dari tanah yang terbakar, lalu Dia menjadikan mereka seperti daun-daun yang dimakan (ulat).” (QS. Al Fiil: 1-5).
Pada ayat pertama, Allah menggunakan “alam taro” yang menunjukkan bahwa peristiwa yang diceritakan ini pernah terjadi di bumi dan telah disaksikan dengan mata. Jika berbicara tentang pasukan bergajah, kita tidak akan pernah lepas dari sosok raja Yaman bernama Abrahah bin as Shabah al Ashromi.Telah diceritakan sebelumnya kisah tentang pembantaian kaum Nasrani disebuah kerajaan yang berada di Yaman oleh seorang raja kafir  bernama Dzun Nawas. Dalam pembantaian ini sekitar 20.000 kaum Nasrani yang mengikuti seruan pemuda yang beriman kepada Allah tewas didalam parit yang telah dinyalakan api yang sangat besar. Dari sekian ribu korban kaum Nasrani tersebut, terdapat satu orang yang berhasil menyelamatkan diri dan lari. Orang tersebut bernama Dawus Dzu Tsalaba. Pelarian Dawuz inilah yang nantinya akan menjadi cikal bakal kerajaan Nasrani  -lebih tepat dikatakan Nasrani Pangan- yang dipimpin  oleh raja Abrahah yang mencoba untuk menghancurkan Baitul Atiq atau ka’bah di Mekah Al-Mukaromah.

Kisah ini berawal ketika Dawus meminta bantuan Kaisar , raja Syam yang juga beragama Nasrani untuk menghancurkan kerajaan yang dipimpin Raja Dzu Nawas di yaman. Selanjutnya Kaisar menulis surat untuk raja Najasyi, raja kerajaan habasyah untuk  melaksanakan penyerangan ke yaman. Hal ini dikarenakan habsyah lebih dekat ketimbang Syam. Setelah menerima surat untuk menyerang dari Kaisar, Raja Najasyi menyiapkan pasukan besar untuk menyerang Himyar. Pasukan tersebut dikomandani oleh Aryath dan jenderalnya Abrahah bin As-syabah Abu Yaskum. Pasukan tersebut masuk ke Yaman hingga akhirnya mereka berhasil menguasai Yaman dan Raja Dzun Nawas tewas tenggelam di lautan.

Setelah mereka berhasil menaklukan yaman. Aryath dan Abrahah berselisih pendapat yang pada puncaknya mereka saling berkelahi satu lawan satu. Pada perkelahian itu Abrahah berhasil memenangkan pertandingan dan Aryath tewas. Hal ini sekaligus menjadikan Abrahah sebagai pengguasa di yaman. Akibat dari perselisihan yang menewaskan Aryath, kaisar mengirimkan surat kepada Abrahah yang isinya mencela apa yang telah dilakukan seraya mengancam dan bersumpah akan menduduki negaranya dan menelungkupkan ubun-ubunya.
Kemudian Abrahah membalas surat tersebut dan mengirimkan hadiah dan sekantong tanah yaman kepada kaisar. Isi surat tersebut meminta agar kaisar menginjak kantong tanah tersebut supaya terbabas dari sumpah yang dia lontarkan untuk menyerang yaman. Kaisar terheran dan merasa puas dengan apa yang dikirimkan Abrahah dan mengakui keberadaan kekuasaanya di yaman.


Untuk membuat senang kaisar, Abrahah mengutus utusan untuk menemui kaisar dan memberikan kabar bahwa Abrahah akan membangunkan sebuah gereja besar di tanah yaman. Maka dibagunlah gereka tersebut, Maka Abrahah membangun sebuah gereja yang sangat besar di kota San'a, bangunannya tinggi sekali lagi dipenuhi dengan berbagai ukiran dan pahatan; orang-orang Arab menamainya Al-Qulais. Disebut demikian karena bangunannya tinggi sekali, hingga membuat qalansuwah (peci) orang yang memandangnya hampir saja terjatuh dari kepalanya, mengingat puncaknya tinggi sekali. Tidak sampai di situ, abrahah juga berniat untuk menjadikan gereja buatanya sebagai pusat ziarah sebagaimana ka’bah di mekkah ( untuk menandinginya). Mendengar tentang akan dijadikanya gereja yaman sebagai tujuan ziarah, namun orang-orang Arab tidak suka hal itu, bahkan orang-orang Quraisy marah karenanya, sehingga diantara mereka ada yang pergi mendatangi gereja itu dan masuk ke dalamnya lalu meletakkan kotoran di dalamnya. sehingga pada pagi harinya penjaga gereja terkejut dan melaporkanya kepada raja Abrahah. Abrahah pun marah dan bersumpah untuk menghancurkan Ka’bah di mekkah. hal ini menyebabkan Abrahah menyiapkan pasukan besar untuk menyerang mekkah Abrahah membawa pasukan Gajah sebanyak lebih kurang 13 ekor dan terdapat satu ekor Gajah yang paling besar bernama “Mahmud”.

Ketika warga arab mendengar kabar penyerangan yang akan dilakukan Abrahah, beberapa kabilah bersepakat untuk mempertahankan ka’bah dari serangan. Seorang pemuka yaman bernama Dzu Nafar yang tidak setuju dengan penyerangan tersbut mengajak kaumnya dan masyarakat arab untuk melawan Abrahah. Karena kekuatan yang tidak seimbang pasukan Dzu Nafar kalah dan dia di tangkap. Di daerah dekat khats’am pasukan dihadang oleh Nufail Bin Habib bersama kaumnya. Nufaikpun kalah. Setelah tiba di daerah Mughammas, yaitu sebuah daerah yang berdekatan dengan mekkah bala tentara Abrahahh merampas ternak yang ada di sana termasuk 200 onta milik Abdul Mutholib.

Selanjutnya Abrahah mengutus Hanathah al –Himyari untuk menemui pemuka Quroisy dan mengatakan bahwasanya mereka datang tidak untuk menyerang melainkan untuk menghancurkan ka’bah. Dan mereka akan memerangi siap saja yang menghalangi niat mereka untuk menghancurkan ka’bah. Selanjutnya Hatnatah  menemui Abdul Mutholib bin Hisyam dan memberitahukan maksud kedatangan pasukan Abrahah. Kemudian Abdul Mutholib mengatakan “ Demi Allah kami tidak mampu untuk melarangnya. ketika Abrahah melihat Abdul Muttalib, ia terkejut melihat penampilan Abdul Muttalib yang tinggi lagi berwibawa, kharismatik dan tampan. Maka ia menghormatinya, dan ia turun dari singgasananya, lalu duduk bersama Abdul Muttalib di hamparan permadani.

Abrahah bertanya melalui penerjemah “apa maksud kedatangan anda kemari ?” Abdul Mutholib menjawab “ aku hanya ingin agar engkau mengembalikan 200 ekor untaku !” mendengan itu Abrahah berkata “ awalnya aku kagum dengan mu tapi sekarang aku menjadi berang karena engkau membicarakan 200 unta milik mu yang hilang, dan engkau biarkan  rumah (Ka’bah) yang menjadi bangunan suci agamamu dan nenek moyangmu. Sesungguhnya aku datang untuk menghancurkannya, sedang engkau tidak menyinggungnya sama sekali tentangnya dalam pembicaraan denganku”. Abdul Mutholib berkata, “unta-unta itu milikku dan Ka’bah juga ada tuannya. Demi Allah kami tidak mempunyai kekuatan apapun. Ini rumah Allah, tanahnya tanah suci, maka hanya Allah yang akan menjaganya.”. Abrahah berkata “Dia (Allah) tidak akan sanggup menghalangiku”. “kamu tidak akan mampu menandingi-Nya” sahut Abdul Mutholib.

Kemudian abdul Mutholib kembali kepada kaumnya dan memerintahkan kaum Quroisy untuk mengungsi ke puncak-puncak gunung karena khawatir mereka akan merasakan amukan bala tentara Abrahah. Selanjutnya Abdul Mutholib memegang pintu ka’bah dan ikut pula berdiri di sampingnya beberapa dari orang Quroisy seraya berdo’a kepada Allah serta meminta pertolonganya supaya membinasakan Abrahah dan pasukannya. Ibnu Ishaq menuturkan bahwa selanjutnya Abdul Mutholib melepaskan gagang pintu dan mereka semua menuju puncak gunung.

Pada pagi harinya Abrahah mulai bersiap untuk memasuki kota mekah dan dia telah menyiapkan gajahnya yang bernama Mahmud. Setelah mereka mengarahkan gajahnya kearah mekkah. Gajah itupun duduk menderum. Kemudian bala tentara Abrahah memukul-mukul Mahmud supaya berdiri. Mereka memukul kepalanya dengan kapak dan memasukkan tongkat ke belalainya lalu mereka menariknya supaya mau berdiri, tetapi gajah itu menolak untuk berdiri.  Lalu mereka mengarahkan gajah itu kembali ke yaman dan gajah itupun berdiri dan berjalan cepat. Kemudian mereka mengarahkanya ke syam dan berjalan. Selanjutnya mereka mengarahkannya ke arah timur, gajah itupun mau. Kemudian mengarahkannya ke arah  mekkah dan gajah itu kembali duduk menderum.

Selanjutnya Allah mengirimkan mereka burung dari lautan, pada masing masing burung membawa tiga batu. Satu di paruh dan dua di kakinya. Batu-batu tersebut kecil, hanya seukuran biji kedelai atau biji adas. Namun atas kuasa Allah tidak akan ada satupun yang selamat ketika terkena batu seukuran biji tersebut. Dan Dia mengirimkan kepada mereka burung yang berbondong-bondong, yang melempari mereka dengan batu (berasal) dari tanah yang terbakar. (untuk diketahui bahwa yang dimaksud dengan ababil yang disebutkan pada ayat ketiga surah ini adalah rombongan burung yang berbondong-bondong datangnya. Ababil bukanlah nama burung tertentu). “ababil” bukan nama burung-burung tersebut. Makna Ababil adalah jama’ah, berkelompok-kelompok. Jadi, burung-burung tersebut tidak datang sendiri-sendiri tapi secara berkelompok. Batunya kecil, tetapi kekuatannya luar biasa. Batu tersebut digunakan untuk melempar pasukan gajah tersebut. Lantas mereka hancur seperti daun-daun yang dimakan ulat.

Ata ibnu Yasar mengatakan bahwa tentara bergajah itu tidak semuanya binasa oleh azab seketika itu juga, bahkan di antara mereka ada yang segera mati, dan di antaranya ada yang tubuhnya rontok anggota demi anggota dalam pelariannya, yang pada akhirnya binasa juga. Sedangkan Abrahah termasuk dari mereka yang tubuhnya rontok anggota demi anggota, hingga akhirnya mati. Ibnu Ishaq mengatakan bahwa lalu mereka melarikan diri, sedangkan anggota tubuh mereka rontok satu demi satu, dan di setiap jalan mereka mati bergelimpangan. Sedangkan Abrahah, tubuhnya terkena oleh batu itu, lalu mereka membawanya lari bersama mereka, dan tubuhnya rontok sedikit demi sedikit, hingga sampailah mereka bersamanya di San'a, sedangkan keadaan Abrahah seperti anak burung yang baru menetas. Dan Abrahah masih belum mati kecuali setelah dadanya terbelah dan jantungnya keluar.

*Berbagai sumber
  Arief Wahyudi, S.Kom