Ditulisan
kali ini kita akan sedikit membahas tentang Perang Salib, perang apapun namanya
tidak pernah memberikan ketenangan dan kebahagiaan. Sebaliknya, perang hanya
membawa duka bagi banyak orang. Oleh karena itu, perang tidak pernah dianjurkan
oleh agama apapun di dunia ini kecuali untuk mempertahankan diri.
Perang Salib berlangsung selama
sekitar 2 abad (1096-1291) menjadi salah satu babak paling kelam dan paling
dramatis dalam sejarah perjalanan umat beragama. Hanya karena keserakahan,
agama menjadi alat legitimasi bolehnya pedang menebas leher bayi yang belum
mengerti indahnya dunia. Darah mengalir dimana-mana hingga menggenangi jalanan
kota. Demi perdamaian, katanya. Demi keadilan, klaimnya. Tak peduli, laki-laki
atau perempuan, tak penting orang dewasa atau anak kecil, semua menjadi korban
dari keganasannya.
Yerusalem, Palestina hanyalah salah
satu dari sekian banyak wilayah yang menjadi tujuan agresi pasukan salib.
Shalahuddin al Ayyubi hanyalah salah satu dari sekian banyak panglima yang
memimpin pasukan muslim. Raja Richard dari Inggris hanyalah salah satu dari
sekian banyak panglima yang memimpin pasukan salib. Lalu, bagaimana dengan
wilayah lainnya? Bagaimana dengan sosok panglima muslim yang lain? Seperti apa
kegarangan para panglima salib lainnya?
Kita berharap tidak ada lagi Perang
Salib, tidak ada lagi perang, apa pun namanya, apa pun motifnya. Perang hanya
akan membuat anak kehilangan ibunya, membuat istri kehilangan suaminya, membuat
yang terang menjadi gelap, membuat yang kokoh menjadi rapuh, membuat senang
menjadi benci, membuat kawan menjadi lawan, dan perang hanya akan melahirkan
banyak masalah serta menyisakan setumpuk penyesalan.
*arief abu habibie
Sumber: Atlas Perang Salib, Sami bin Abdullah al Maghluts
Tidak ada komentar:
Posting Komentar